Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Hobi Travelling? Sesekali Cobalah Sensasi Open Trip Sambil Bakti Sosial

Di tengah persaingan bisnis yang makin ketat selama tiga tahun terakhir, para penyedia jasa open trip kian berlomba-lomba menawarkan inovasi dan ragam sensasi berlibur yang berbeda bagi para penikmat pelesir di Tanah Air.
Ilustrasi/Bethesmartwife
Ilustrasi/Bethesmartwife

Bisnis.com, JAKARTA--Di tengah persaingan bisnis yang makin ketat selama tiga tahun terakhir, para penyedia jasa open trip kian berlomba-lomba menawarkan inovasi dan ragam sensasi berlibur yang berbeda bagi para penikmat pelesir di Tanah Air.

Salah satunya adalah Wanderlust Indonesia, yang merupakan vendor open trip dengan komitmen untuk tidak sekadar menawarkan sensasi berlibur kepada pesertanya. Penyedia jasa yang satu ini mengusung konsep edukasi dan pertalian sosial dalam kegiatan trip-nya.

Dengan kisaran tarif yang cukup premium, mereka berani mengusung gagasan social enterprise dalam menjalankan bisnis open trip-nya. Selain berwisata, mereka menawarkan nilai lebih dalam setiap kegiatannya. Berikut penjelasan founder Wanderlust, Syahira Marina: 

Apa bedanya open trip dengan tur? Apa yang membedakan Wanderlust dengan vendor open trip lain? 

Yang pasti, Wanderlust sendiri sebenarnya adalah social business yang menggabungkan antara traveling dan volunteering. Jadi, yang kami tawarkan adalah value, sekaligus kampanye agar pada saat berwisata, orang-orang juga mengenal lingkungannya. 

Bedanya dengan open trip lain, pastinya kami lebih eksklusif. Dari segi tarif juga kami lebih premium, karena yang kami tawarkan adalah aktivitas sosialnya. Lalu, pesertanya kami batasi maksimal hanya sampai 15 orang saja. 

Sebab, kami ingin mereka bisa engage satu sama lain dan bisa mengenal lebih dekat warga lokal. Jadi lebih intim. Kalau open trip lainnya biasanya pesertanya bisa sampai 30-40 orang. Nah, kami lebih batasi porsinya supaya value dari trip ini bisa didapatkan. 

Sudah berlangsung mulai kapan? 

Kami berdiri sebenarnya akhir Desember 2013 atau awal 2014. Kami mulai dari Krakatau trip yang pertama kali kami lakukan pada Desember 2013. 

Bagaimana perkembangan open trip sejauh ini? 

Awalnya, kami sebagai co-founder berangkat dari kegelisahan mengapa para pelancong kerap mengotori lingkungan di destinasi-destinasi pariwisata di Indoensia. Lalu, kami buat konsep wisata volunteering di Krakatau saat tahun baru 2014. 

Pada saat kami luncurkan ke pasar, ternyata responsnya sangat baik dan permintaannya sangat tinggi. Dari sana kami mencoba untuk berinovasi lebih lanjut dengan tidak hanya menawarkan perjalanan reguler semata. 

Apa saja atraksi/program open trip yang ditawarkan? 

Saat ini kami menawarkan empat kategori. Pertama¸ regular trip atau perjalanan wisata biasa dan ini biasanya kami lakukan pada akhir pekan. Kedua, costumized trip yang biasanya menarget para ekspatriat. 

Ketiga, special trip dengan tema “If I Were a Local”, yang konsepnya mirip seperti KKN. Targetnya biasanya warga asing. Kami beri paket dua pekan hingga sebulan untuk mereka betul-betul merasakan seperti apa menjalani kehidupan layaknya warga lokal.

 

Baru saja kami melakukan trip dengan tema merasakan Ramadan di Cisompet, Garut. Keempat, weekend feature yang sifatnya lebih memberikan edukasi bagi warga setempat. Kategori ini benar-benar murni volunteering sekaligus berwisata.

 

Di Ujung Kulon, misalnya, kami bekerja sama dengan warga setempat untuk melakukan bimbingan belajar. Jadi sembari berwisata ke Ujung Kulon, para peserta juga harus membagi ilmu sesuai profesi mereka masing-masing.

 

Melalui kegiatan open trip semacam ini, kami sekaligus meyakinkan anak-anak di destinasi wisata yang terpencil untuk mau bermimpi besar. Kami juga membuat taman bacaan.

 

Destinasi open trip favorit ke mana saja?

 

Kalau yang permintaannya paling tinggi untuk perjalanan reguler adalah ke Krakatau, Ujung Kulon, Gunung Padang, dan Cisompet.

 

Sementara itu, kalau untuk yang costumized trip paling banyak ke Derawan, Labuan Bajo, dan daerah-daerah lain yang benar-benar merupakan destinasi wisata yang letaknya jauh dari Pulau Jawa.

 

Bagaimana membangun relasi dengan warga lokal untuk menunjang bisnis open trip ini?

 

Kami lakukan dengan alami saja. Kalau misalnya kami mau buka destinasi baru, pasti ada survei. Nah, saat survei itu kami datang ke kepala atau tetua di sana. Kami juga tawarkan paket perjalanan bagi siapapun yang mau ikut proses survei ini.

 

Jadi peserta bisa ikut merasakan seperti apa mengobrol dengan warga setempat, lalu mencari tahu apa saja yang dibutuhkan oleh destinasi tersebut untuk pengembangan. Biasanya, untuk membangun relasi itu, kami tidur di rumah warga dan banyak mengobrol santai.

 

Prosesnya cukup memakan waktu dua sampai tiga hari, atau selama akhir pekan. Namun, relasi itu harus dijaga secara berkesinambungan. Jangan hanya datang saat ada butuh saja.

 

Karakteristik peserta open trip biasanya seperti apa? Segmennya juga bagaimana?

 

Sebenarnya segmen pasarnya paling besar adalah wisatawan domestik. Lalu, ada juga ekspatriat yang memang tinggal di Indonesia. Selain itu, juga ada warga negara asing yang banyak mengikuti program customized trip.

 

Rentang usia peserta open trip berkisar antara 22-35 tahun. Jarang sekali yang masih pelajar, karena secara tarif memang kami tawarkan agak premium. Jadi, mayoritas peserta adalah yang sudah bekerja mapan dan membutuhkan relaksasi di sela-sela hari kerja mereka.

 

Peserta paling banyak dari mana saja?

 

Paling banyak sih dari Jakarta. Namun, ada juga yang dari Semarang dan Medan. Untuk yang customized trip, ada yang dari Amerika Serikat dan ekspatriat Inggris yang memang tinggal di Jakarta.

 

Bagaimana prosedur mengikuti open trip ini? Soal biaya bagaimana juga?

 

Kalau untuk sistem pembayaran, biasanya kami publish dulu ke pasar melalui media sosial, lalu mereka harus reservasi terlebih dahulu. Nah, setelah itu kami akan amankan kursi kalau mereka sudah membayar uang muka atau melunasi.

 

Kami tidak menggunakan asuransi, tapi kami memliki ranger profesional dan tentunya kami sudah melakukan mitigasi sejak awal. Artinya, sebelum melalukan perjalanan, kami sudah koordinasi dengan ranger lokal. Jika situasi tidak memungkinkan, trip bisa dibatalkan.

 

Apa saja yang perlu diperhatikan dalam mengikuti open trip?

 

Satu hal, kami mengajak agar peserta menjadi wisatawan yang bertanggung jawab. Jadi, saat mengikuti open trip janga membuang sampah sembarangan. Kami selalu menekankan agar peserta membawa tumbler [tempat minum] masing-masing, jangan pakai botol atau gelas.

 

Lalu saat snorkeling, kami selalu ingatkan agar jangan menginjak terumbu karang. Bahkan, bila perlu kami mengajak untuk menanam terumbu karang sebagai bagian dari giving back kepada warga lokal.

 

Di tengah persaingan ketat, bagaimana mengelola bisnis ini?

 

Seperti yang sudah disinggung, kami menetapkan tarif agak premium. Mungkin jika dibandingkan open trip lain, biaya kami agak mahal. Selain sebagai profit, kami juga membaginya kepada warga lokal untuk pembangunan di beberapa destinasi reguler.

 

Ini kan sebuah bisnis kreatif, jadi kami juga terus berinovasi untuk melakukan diversifikasi tidak hanya mengandalkan trip saja. Misalnya, kami melakukan semacam jalan-jalan akhir pekan di Jakarta, untuk mengeksplorasi tempat-tempat wisata yang jarang dikunjungi.

 

Masalah margin, kami juga sudah mulai memasuki perusahaan-perusahaan dan sekolah-sekolah internasional. Kami tentunya ingin bisnis ini tumbuh, jadi kami harus melakukan upaya lebih.

 

Kami menawarkan ke perusahaan untuk menjadi vendor saat mereka ada kegiatan di luar kantor. Lalu, juga ke sekolah-sekolah, misalnya untuk kegiatan studi lapangan. Itu yang sedang kami lakukan untuk pengembangan bisnis ini.

 

Berapa kisaran tarif yang dipatok?

 

Berbeda-beda untuk masing-masing trip. Untuk Ujung Kulon Rp950.000, sedangkan Krakatau Rp900.000. Itu contohnya.

 

Kalau customized trip, misalnya ke Labuan Bajo, kami pasang tarif Rp2,5 juta tidak termasuk tiket pesawat.

 

Apa tips bagi peserta yang akan mengikuti open trip?

 

Patuhi informasi yang terdapat di itinery. Kebanyakan peserta tidak mengindahkan imbauan panitia, padahal itu sangat penting. Misalnya membawa sepatu jenis tertentu karena medannya akan membutuhkan trekking.

 

Kemudian, hal lain yang ingin kami tekankan, banyak-banyaklah berinteraksi dengan warga lokal saat open trip. Jangan hanya sibuk foto-foto sendiri, karena tujuan kita traveling adalah untuk memahami keberadaan lingkungan di sekitar kita.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper

Terpopuler