Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menelusuri Jejak Perang Paderi Lewat Rumah Gadang Nantigo

Menelusuri Jejak Perang Paderi Lewat Rumah Gadang Nantigo
Rumah Gadang Nantigo/facebook
Rumah Gadang Nantigo/facebook

Bisnis.com, JAKARTA - Anda yang terlahir di era 1980-an  dan sebelumnya, pasti tahu Perang Paderi dengan Tuanku Imam Bonjol sebagai pemeran utama lewat pelajaran sejarah yang kita dapat sewaktu SD. Bahkan boleh jadi Anda tahu persis kapan periode Perang Paderi berlangsung di Ranah Minang alias Minangkabau.

Ya, ingatan Anda masih tajam kalau menyebut Perang Paderi berlangsung selama tahun 1825 sampai dengan 1830. Mungkin juga Anda ingat persis tahun perang jihad di Minangkabau itu karena lelucon sewaktu kecil bahwa Perang Paderi terjadi ba’da (seusai) Magrib karena sepintas penyebutannya mirip dengan (pukul) 18.25-18.30—waktu yang biasanya adzan Magrib berkumandang.

Nah, Perang Paderi sebagai suatu sejarah yang selama ini kita nikmati lewat buku, kini bisa juga lebih kita dalami dengan datang ke sendiri ke TKP alias tempat kejadian perkara dalam istilah penyidikan polisi. Tentunya, suasana kebatinan kita akan berbeda; menikmati sejarah hanya dengan membaca dan menikmati sejarah dengan hadir langsung di lokasi.

Sama seperti sejarah di banyak tempat, Perang Paderi tidak ditafsirkan tunggal. Sebagian orang Minang memandang para tokoh berjubah bersorban di kepala yang dinami kaum Paderi dengan tokoh utama Tuanku Imam Bonjol adalah pahlawan.

Di kubu yang berseberangan, sebagian urang awak justru memandang kaum Paderi adalah para pembangkang adat budaya Ranah Minang.

Lewat kegiatan yang digelar Rumah Gadang Nantigo, kaum Paderi berikut sejarahnya bisa kita lebih kita nikmati dengan mengunjungi tempat bersejarah yang berkaitan langsung dengan Perang Paderi ditambah pemandangan alam di Ranah Minang.

Rumah Gadang Nantigo menggelar kegiatan bertajuk Jalan-jalan Sejarah dan Budaya Minang: Menelusuri Jejak Petualangan Kaum Paderi dan Berbagai Interpretasi Tentang Mereka, pada 21-22 Februari 2015.

Menelusuri Jejak Perang Paderi Lewat Rumah Gadang Nantigo

(Living room Rumah Gadang Nantigo)

Dalam kegiatan itu, sejarah tentang Perang Paderi dan Tuanku Imam Bonjol akan lebih dielaborasi secara kajian ilmiah oleh Profesor Gusti Asnan, Guru Besar Sejarah Universitas Andalas.

Kegiatan yang dilakukan pada Sabtu dan Minggu dibanderol dengan Rp2,55 juta per peserta untuk 1 kamar sendiri, dan Rp1,85 juta per orang untuk 1 kamar berdua. "Kita berangkat dari Jakarta. Kami membatasi (kegiatan ini) hanya untuk 6 orang saja,” kata Arina. Pengelola Rumah Gadang Nantigo, kepada Bisnis.com.

Berikut ini beberapa tempat yang akan dikunjungi lewat napak tilas Perang Paderi seperti dimuat di akun facebook Rumah Gadang Nantigo:

PANDAI SIKEK

Tempat kelahiran salah seorang dari 3 Haji yang mengawali terbentuknya kelompok Paderi, yaitu H. Miskin. Sekembalinya dari Mekkah bersama dua orang haji lainnya, Haji Sumanik dan Haji Piobang. Dalam usaha pemurnian ajaran Islam, terjadi pertentangan dengan kaum adat sehingga terjadi pembakaran oleh pengikut Haji Miskin, Balai Adat Nagari Pandai Sikek yang menjadi kebanggaan masyarakat Pandai Sikek.

Ketika pada akhirnya perang Paderi menjadi perang melawan penjajahan Belanda, Haji Miskin wafat dieksekusi Belanda. Makamnya kini berada di sebelah kiri jalanan yang menuju Kampung Pandai Sikek. Makam itu sedikit tersembunyi karena berada di atas sebuah bukit. Jalan  masuk ke makam tersembunyi karena di rimbuni pohon bambu. Untuk sampai ke makam pengunjung naik melalui tangga yang terbuat dari beton.

GUGUAK SIGADANG.

Bukit yang terletak antara nagari Pandai Sikek, Koto Laweh, Aie Angek, dan Koto Baru. Bukit ini pada masa perang Paderi dahulu adalah tempat sebuah benteng Belanda yang cukup penting dalam menghadapi perjuangan rakyat Minangkabau melawan pendudukan Belanda.

FORT DE KOCK BUKIT TINGGI

Menelusuri Jejak Perang Paderi Lewat Rumah Gadang Nantigo

Fort de Kock dibangun semasa Perang Paderi tahun 1825 sebagai lambang bahwa Kolonial Belanda telah berhasil menduduki daerah di Sumatera Barat. Benteng tersebut merupakan tanda penjajahan dan perluasan kekuasaan Belanda terhadap Bukittinggi, Agam, dan Pasaman setelah berhasil memanfaatkan konflik yang terjadi antara kelompok adat dan kelompok agama.

Bahkan Belanda sendiri ikut membantu kelompok adat, guna menekan kelompok agama selama Perang Paderi yang berlangsung 1821 hingga tahun 1837 hingga  melahirkan sebuah kesepakatan bahwa Belanda diperbolehkan membangun basis pertahan militer yang dibangun Kaptain Bauer di puncak Bukit Jirek Hill, yang kemudian diberi nama Fort de Kock.

BATU SANGKAR

 

Menelusuri Jejak Perang Paderi Lewat Rumah Gadang Nantigo

Awalnya benteng ini dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda pada 1822. Tujuan pembangunan benteng ini adalah sebagai tempat pertahanan dari serangan musuh pada saat terjadi Perang Paderi.

Kaum Adat yang ada di sisi Belanda menyetujui kesepakatan penyerahan kekuasaan daerah lokal kepada Belanda asalkan Belanda membantu memerangi kaum Paderi.

Isi perjanjian 10 Februari 1821 antara lain : Kepala penhulu dari pemerintahan kerajaan pagaruyung menyerahkan kekuasaan ke Pmerintahan Hindia Belanda; Tidak menentang Hindia Belanda. Pasukan Belanda dibawah pimpinan Kolonel Raff masuk ke Tanah Datar untuk melakukan penyarangan kepada rakyat. 

NAGARI KAMANG

1.       Ngalau Kamang

Konon gua ini pernah digunakan sebagai benteng bagi Tuanku Nan Renceh dan pengikut-pengikutnya. Beliau adalah salah seorang perwira dan pejuang nan masyhur pengikut Tuanku Imam Bonjol pejuang kemerdekaan melawan penjajah dalam Perang Padri 1821-1837.  Nan Renceh dikenal pula sebagai satu di antara Harimau Nan Salapan (Harimau Yang Delapan) di Luhak Agam.

Dalam gua Ngalau Kamang ini ada ruangan seluas 70 meter persegi tempat Tuanku Nan Renceh mengatur siasat dan mempertahankan diri.  Ngalau Kamang yang mempunyai panjang sekitar 5 km sering dikunjungi oleh masyarakat dalam kegiatan wisata.

2.       Suran Bansa

Di surau Bansa, Haji Miskin tinggal bersama Tuanku Nan Renceh (1807-1811) saat pelariannya dari Pandai Sikek ke Koto Laweh, kemudian ke Kamang. Mereka mengatur rencana pembaruan secara menyeluruh untuk menerapkan hukum perdagangan Islam dalam melengkapi hukum adat Minangkabau.  Para pedagang dapat menerimanya, baik yang tinggal di Kamang atau maupun yang datang ke sana.

Mereka berjanji saling membantu dalam transaksi antar pedagang. Selama berada di Surau Bansa, Kamang, Datuk Bandaro dan Malin Mudo dari Alahan Panjang mendengar langsung  ide pembaruan dari pencetusnya,  Haji Miskin.

Sekembali dari Kamang, Malin Mudo membangun Bonjol sebagai tempat kaum pembaru. Tidak lama kemudian Malin Mudo dilantik menjadi Tuanku Imam Bonjol* (1807). Ia berhasil mengembangkan pembaruan ke Rao sampai ke Tapanuli Selatan, Sosa dan Tambusai. Ke timur Mahek, Kuok Bangkingkinang, Salo, dan Air Tiris.

3.       Makam Tuanku Nan Renceh

Menelusuri Jejak Perang Paderi Lewat Rumah Gadang Nantigo

Tuanku Nan Renceh membentuk dan menjadi pimpinan kelompok pembaruan yang terkenal dengan sebutan “Harimau Nan Salapan” , yaitu: 1. Tuanku di Kubu Sanang, 2. Tuanku di Ladang Lawas, 3. Tuanku di Padang Luar, 4. Tuanku di Galuang, 5. Tuanku di Kota Hambalau, 6. Tuanku di Lubuk Aur, 7. Tuanku di Bansa, 8. Tuanku Nan Renceh,

Walau tak pernah ada berita tentang peperangan langsung antara Tuanku Nan renceh dengan Belanda, namun yang pasti daerah kamang terlibat aktif dalam perang Paderi. Bala bantuan Belanda yang dikirim dari Batavia. Hal ini berlanjut dengan berbagai serangan ke daerah Kamang. Pasukan Belanda terbukti terlalu kuat dan berhasil merebut Kamang.

Tuanku Nan Renceh meninggal dunia pada tahun 1832 meski tidak jelas dimana dan penyebabnya meninggal dunia.

BONJOL

Menelusuri Jejak Perang Paderi Lewat Rumah Gadang Nantigo

Museum Tuanku Imam Bonjol berdiri di atas areal seluas dua hektar. Di dalam museum di pamerkan foto-foto lama yang terkait dengan Imam Bonjol dan gerakan Paderi.

Di sini juga dapat disaksikan bagan silsilah keturunan Imam Bonjol.Satu ruangan di sebelahnya, digunakan sebagai perpustakaan umum berisi buku-buku sejarah terkait dengan sejarah Imam Bonjol dan gerakan Paderi.

Ada jugai benda-benda bersejarah terpajang dalam etalase kaca. Mulai dari sorban, jubah hingga sajadahnya Imam Bonjol. Paling menarik tentulah berbagai jenis persenjataan milik Laskar Paderi, seperti bermacam senjata laras pendek dan laras panjang serta berbagai jenis sewah, seperti pedang, parang, tombak dan panah. (Bisnis.com)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper

Terpopuler