Bisnis.com, DENPASAR – Pelaku pariwisata bersama pemerintah terkait di Bali sedang menggodok pembentukan travel insurance untuk menjamin keselamatan dan keamanan wisatawan jika kembali terjadi force majeure di Pulau Dewata.
Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali IB Agung Partha mengharapkan jika terjadi peristiwa seperti peningkatan aktivitas Gunung Agung, pemerintah tidak perlu mengeluarkan uang untuk menjamin kepulangan maupun keamanan dan keselamatan wisatawan.
Ketika Gunung Agung awas saja, pemerintah telah menarget akan mengeluarkan uangnya sebesar Rp2 triliun untuk memulangkan dan menjamin kemanan wisatawan mancangera selama di Bali.
Menurutnya, jumlah ini terhitung sangat besar sehingga perlu dilakukan langkah antisipasi sejak dini.
"Jadi wisatawan yang datang ke Bali kita kenakan US$1 sampai US$3, jadi kalau ada apa-apa no worries, sedangkan yang tidak mau mengikuti pemerintah tidak menanggung, karena lumayan dana memulangkan wisatawan itu," sebut Partha.
Dikatakan, saat aktivitas Gunung Agung terjadi, banyak kerugian yang dialami Bali. Misalnya untuk pelaku pariwisata sendiri mentotal kerugian sebanyak Rp2 triliun dengan pembatalan kunjungan sebesar 30%. Namun data ini tidak mencakup keseluruhan industri pariwisata di Bali lantaran tidak semua hotel memberikan laporan detail.
Baca Juga
Partha juga mengiyakan jika aktivitas Gunung Agung telah membawa efek ganda ke industri lainnya.
Walaupun demikian, Partha mengaku selama Gunung Agung awas pelaku pariwisata di Bali lebih berfokus pada upaya recovery daripada memperhitungkan kerugian tersebut.
"Multi effect ke restoran maupun sarana pendukung pariwisata lainnya, jadi order bahan makanan berkurang contoh mau sarapan pagi pasti ada telur, susu, dan daging ayam permintaannya berkurang dengan rata-rata satu hari biasanya ada 164.000 wisatawan namun berkurang 40% karena aktivitas Gunung Agung," sebutnya.
Walaupun kerugiannya cukup besar, menurutnya, tidak semua hotel di Bali merasakan dampak dari aktivitas Gunung Agung. Ada beberapa hotel di Sanur yang tingkat keterisian kamarnya tetap di atas 65%.
Dia menilai, saat Gunung Agung awas, destinasi wisata di Sanur cenderung stabil. Hal ini berbeda dengan kondisi yang ada di Kuta dan Ubud.
"Market di Sanur itu kan Eropa yang cenderung kuat, beda dengan Kuta dan Ubud yang sebagaian besar Asia," katannya.
Sementara, menurutnya, saat ini pariwisata di Bali sudah mulai normal. Setelah kurang lebih dua minggu mengalami penurunan kunjungan wisata, saat ini pariwisata Bali sudah bangkit dengan peningkatan kunjungan sebanyak 10%.
"Dari 30% sempat menurun, sekarang sudah 10% reborn, tinggal menuntaskan masalah low season ini saja," katanya.
Kata dia, jika tidak terjadi aktivitas Gunung Agung maka seharusnya kunjungan wisata ke Bali diprediksi meningkat 35% pada Oktober 2017 dibanding periode sama tahun lalu. Walaupun kenyataannya terjadi penurunan kunjungan sebanyak 30% saat Gunung Agung awas, namun jumlah total kunjungan Januari-Oktober 2017 tetap terhitung meningkat 22,90% menjadi 5.000.183 wisatawan mancanegara dibanding keseluruhan total kunjungan wisman pada 2016.
"Kita tahun ini sama tahun lalu, secara Agustus saat ini lebih tinggi 15% dibanding tahun lalu, Oktober jumlahnya hampir sama dengan tahun lalu, artinya dengan penurunan sebesar 30%, kenaikan yang 15% pada Agustus kemarin tidak jadi kita rasakan," katanya.