Masjid Agung Demak/Kemdikbud
Travel

Sejarah dan Keunikan Masjid Agung Demak, Masjid Tertua di Pulau Jawa

Tresia
Selasa, 7 Desember 2021 - 13:32
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Masjid Agung Demak merupakan salah satu masjid bersejarah di Indonesia. Simak sejarah dan keunikan masjid Agung Demak. Masjid tertua di Pulau Jawa. Masjid Agung Deman terletak di Kauman, Bintoro, Kecamatan Demak, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.

Ahli sejarah memperkirakan Masjid Agung Demak berdiri pada 1401 saka atau pada abad ke-15 Masehi. Bangunan tersebut menjadi cikal bakal berdirinya kerajaan Glagahwangi Bintoro Demak.

Dilansir dari laman Dinas Pariwisata Kabupaten Demak, Raden Patah merupakan sosok yang mendirikan Masjid Agung Demak. Raden Patah merupakan pangeran Majapahit sekaligus pemimpin pertama kesultanan Demak, kerajaan Islam pertama di Demak.

Lebih lanjut, masjid Agung Demak dibangun ketika agama Islam mulai berkembang di Jawa. Tak heran jika masa pembangunan masjid Agung Demak dibantu oleh Wali Songo, Para wali Allah SWT yang merupakan tokoh-tokoh penyebar agama Islam di pulau Jawa.

KEUNIKAN ARSITEKTUR

Arsitektur masjid Agung Demak mengandung unsur akulturasi budaya lokal Jawa, Hindu-Buddha, dan Islam dari Arab. Hal tersebut itu dipengaruhi dengan seiring keruntuhan Majapahit yang pernah menjadi kerajaan Hindu-Buddha tersebar di Jawa, bahkan Nusantara.

Dikutip dari situs Kemendikbud, masjid Agung Demak dibangun dengan gaya khas Majapahit, yang membawa corak kebudayaan Bali. Gaya ini berpadu harmonis dengan langgam rumah tradisional Jawa Tengah.

Persinggungan arsitektur Masjid Agung Demak dengan bangunan Majapahit bisa dilihat dari bentuk atapnya. Namun, kubah melengkung yang identik dengan ciri masjid sebagai bangunan Islam, malah tak tampak. Sebaliknya, yang terlihat justru adaptasi dari bangunan peribadatan agama Hindu.

Bentuk ini diyakini merupakan bentuk akulturasi dan toleransi masjid sebagai sarana penyebaran agama Islam di tengah masyarakat Hindu. Kecuali mustoko yang berhias asma Allah dan menara masjid yang sudah mengadopsi gaya menara masjid Melayu.

Dengan bentuk atap berupa tajuk tumpang tiga berbentuk segi empat, atap Masjid Agung Demak lebih mirip dengan bangunan suci umat Hindu, pura yang terdiri atas tiga tajuk. Bagian tajuk paling bawah menaungi ruangan ibadah.

Tajuk kedua lebih kecil dengan kemiringan lebih tegak ketimbang atap di bawahnya. Sedangkan tajuk tertinggi berbentuk limas dengan sisi kemiringan lebih runcing.

Masjid Agung Demak pada dasarnya berdiri pada empat tiang pokok atau disebut soko guru. Fungsi tiang-tiang ini adalah sebagai penyangga bangunan dari tanah sampai puncak masjid. Di antara empat tiang itu ada satu tiang yang sangat unik, dikenal sebagai tiang tatal yang letaknya di sebelah timur laut.

Tiang unik ini disebut tatal (serutan-serutan kayu), karena dibuat dari serpihan kayu yang ditata dan dipadatkan, kemudian diikat sehingga membentuk tiang yang rapi.

Pada tiang-tiang penyangga masjid, termasuk soko guru, terdapat ukiran yang masih menampakkan corak ukiran gaya Hindu yang indah bentuknya. Selain ukiran pada tiang, terdapat pula ukiran-ukiran kayu yang ditempel pada dinding masjid yang berfungsi sebagai hiasan.

Di dalam bangunan utama terdapat ruang utama, mihrab, dan serambi. Ruang utama yang berfungsi sebagai tempat shalat jamaah, letaknya di bagian tengah bangunan. Sedangkan, mihrab atau bangunan pengimaman berada di depan ruang utama, berbentuk sebuah ruang kecil dan mengarah ke arah kiblat (Makkah).

Di bagian belakang ruang utama terdapat serambi berukuran 31 x 15 meter yang tiang-tiang penyangganya disebut Soko Majapahit yang berjumlah delapan buah itu dan diperkirakan berasal dari kerajaan Majapahit.

Atap Masjid Agung Demak bertingkat tiga (atap tumpang tiga), menggunakan sirap (atap yang terbuat dari kayu) dan berpuncak mustaka. Dinding masjid terbuat dari batu dan kapur.

Pintu masuk masjid diberi lukisan bercorak klasik. Seperti masjid-masjid yang lain, Masjid Agung Demak dilengkapi dengan sebuah bedug. Di masjid ini juga terdapat Pintu Bledeg, bertuliskan Condro Sengkolo, yang berbunyi Nogo Mulat Saliro Wani, dengan makna tahun 1388 Saka atau 1466 M, atau 887 H.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro