Ilustrasi-Petugas mengamati peta topografi daerah bahaya Gunung Tangkuban Parahu di Pos Pengamatan Gunung Api Tangkuban Parahu, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jumat (26/7) malam./Bisnis-Rachman
Travel

Jawa Barat Terapkan Manajemen Krisis Kepariwisataan 

Dewi Aminatuz Zuhriyah
Sabtu, 5 Oktober 2019 - 01:05
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA-- Provinsi Jawa Barat mulai menerapkan konsep Manajemen Krisis Kepariwisataan Daerah. Hal itu merupakan komitmen terhadap pengembangan sektor pariwisata yang memiliki potensi krisis beragam.

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat Dedi Taufik saat Rapat Koordinasi Manajemen Krisis Kepariwisataan di Hotel Aryaduta Bandung, Kamis (3/10/2019) menjelaskan, Jawa Barat memiliki potensi pariwisata yang luar biasa mulai dari gunung, pantai, hingga wisata buatan. Tapi, lanjut Dedi, Jabar juga memiliki potensi bencana yang harus diwaspadai.

“Jawa Barat memiliki ragam etnik yang banyak, punya banyak destinasi wisata, namun di sisi lain juga memiliki multikebencanaan. Mulai dari banjir, gempa, longsor, kebakaran hutan, potensi tsunami yang membentang dari utara ke selatan. Sesar Lembang dan Sesar Cimandiri di Sukabumi. Untuk itu, saya mengapresiasi pemerintah pusat yang menjadikan Jawa Barat pilot project MKK,” kata Dedi.

Penerapan konsep MKK tersebut menjadikan Jabar sebagai provinsi kedua proyek percontohan atau pilot project MKK Daerah setelah NTB.

Menurut Dedi tidak hanya bencana alam bencana nonalam juga entitasnya tinggi di Jawa Barat seperti pergerakan massa dan lain-lain.

“Semua ini yang harus kita waspadai agar kita tetap bersiaga dengan baik,” kata Dedi.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat berkomitmen tetap waspada dan terus berkoordinasi dengan seluruh stakeholder yang ada di daerah dan bersinergi dengan baik.

“Kita harus tetap berkolaborasi dengan unsur pentahelix. Potensi bencana sudah tergambar, kalau kita tidak menjaga ekosistem alam yang kita punya secara bersama, nantinya bakal hancur, kita sendiri yang akan rugi,” kata Dedi.

Sementera itu Staf Ahli Menteri Pariwisata Bidang Multikultural Guntur Sakti menjelaskan Bandung menjadi salah satu dari tiga pilot project MKK Daerah. Hal itu lantaran Bandung mempunyai destinasi pariwisata yang berpotensi bencana alam cukup besar, khususnya gempa.

Guntur menyadari banyak daerah di Indonesia yang memiliki potensi untuk menjadi destinasi pariwisata. "Namun, bagaimana cara kita menangani situasi krisis sehingga destinasi wisata tersebut bisa segera pulih setelah terdampak bencana, itulah yang perlu kita lakukan bersama."

“Jawa Barat penduduknya paling banyak di Pulau Jawa juga memiliki red alert di setiap daerahnya. Untuk itu kita bersama menyamakan persepsi tentang MKK. Komitmen kepala daerahnya juga sangat tinggi untuk menghadapi darurat bencana di Jawa Barat. Sehinga membuat kita menjadi masyarakat yang waspada terhadap bencana,” kata Guntur.

Guntur menjelaskan setiap bencana baik alam dan nonalam akan berdampak langsung terhadap devisa Indonesia. Sementara, imbuhnya, Presiden Joko Widodo menetapkan bahwa sektor pariwisata menjadi salah satu sektor unggulan penghasil devisa bagi negara.

“Pariwisata harus tumbuh di ekosistem yang aman, setelah aman barulah kita mengawal devisa. Supaya mitigasi bencana bisa lebih baik dan hebat di Indonesia. Seluruh Kabupaten/Kota yang ada di Jawa Barat belajar langsung kepada Dinas Pariwisata Provinsi, baik secara regulasi, pemahaman, kelembagaan, hingga manajemen krisis,” kata  Guntur

Kemenpar dalam hal ini akan menegaskan komitmen seluruh pemangku kepentingan untuk membentuk MKK Daerah dan melaksanakan kegiatan di tiap fase krisis sesuai dengan pedoman yang tertuang dalam Permenpar.

Pada kesempatan yang sama, Deputi Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB Lilik Kurniawan menyampaikan bahwa BNPB siap mendukung penyelenggaraan manajemen krisis kepariwisataan di Jawa Barat pada setiap fase.

Lilik menjelaskan Jawa Barat yang penduduknya bertambah setiap tahun memiliki potensi pariwisata yang besar. Namun industri pariwisata di dalamnya selalu ‘dihantui’ oleh krisis dan bencana, sangat sensitif dan rentan karena mudah dipengaruhi oleh perubahan-perubahan maupun kejadian-kejadian di sekelilingnya.

“Untuk itu upaya mitigasi, evakuasi, penyelamatan, serta pemenuhan kebutuhan mencakup seluruh komponen masyarakat sehingga memerlukan unity of efforts dari semua pihak terkait baik penanganan wisatawan, delegasi, maupun masyarakat yang berada di daerah tersebut,” kata Lilik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Saeno
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro