Ilustrasi - Masjid Shirathal Mustaqhiem, Samarinda, Kalimantan Timur./Bisnis-Gloria F.K. Lawi
Kuliner

Bubur Peca, Makanan Khas Ramadan di Samarinda Seberang

Gloria Fransisca Katharina Lawi
Rabu, 5 Juni 2019 - 21:36
Bagikan

Bisnis.com, SAMARINDA -- Ramadan telah berakhir, salah satu tradisi khusus masyarakat Samarinda Seberang yakni menyantap bubur peca akan kembali tahun mendatang. Lantas apa kehebatan bubur peca yang legendaris itu?

Adapun Mardiana (53), juru masak bubur peca di Mesjid Shirathal Mustaqhiem, mesjid tertua di Kalimantan Timur menuturkan kisah bubur peca sebagai tradisi khas masyarakat Bugis di Samarinda Seberang.

"Nenek moyang bilang bubur ini dibagikan biar yang makan panjang umur. Nah, kedua bilangnya obat sakit maag. Punya penyakit maag makan ini dia bisa tahan," kata Mardiana kepada Bisnis, Rabu (5/6/2019).

Mardiana menceritakan, bubur peca sebagai menu takjil saat berbuka puasa merupakan sajian yang sangat ditunggu oleh warga sekitar. Maklum saja, makanan ini sudah sama tuanya dengan usia mesjid yang berdiri sejak 1881.

Dia bahkan menyebut ada banyak masyarakat jauh di luar Samarinda yang sengaja datang hanya untuk mencicipi hidangan tersebut. Tak heran dalam sehari dapur umum Mesjid Shirathal Mustaqhiem bisa menyajikan 200 piring sampai 300 piring.

"Ada yang sampai minta untuk dijual. Saya katakan ini tidak dijual dan memang hanya ada untuk dibagikan gratis saat Ramadan," sambungnya.

Meski begitu Mardiana mengaku kerap memprioritaskan bubur peca untuk jamaah yang sudah tua dan anak-anak. Oleh sebab itu sebelum berbuka puasa anak-anak dan orang tua bisa menitipkan kotak makan di dapur agar menjadi prioritas.

Mardiana yang akrab dipanggil Ibu Alus ini menyatakan dia sudah 15 tahun lebih menjadi juru masak yang dipercaya sebagai kepala dapur bubur peca.

Adapun Alus mulai menjadi kepala dapur menggantikan ibunya yang dulunya juga seorang juru masak.

Dia mengaku kebutuhan bahan baku bubur peca kerap dibantu oleh para pengurus mesjid dan sumbangan masyarakat.

"Ini juga pertama berkat Pak Haji Muhyar. Masalah keuangan juga cukup tak cukup dari Pak Haji lalu dari sumbangan masyarakat. Semuanya istilahnya mulai dari bahan pokok, beras, gula, susu, itu dari mereka. Ya kami masak pakai bumbu, pakai lauk juga," katanya.

Perempuan yang sehari-hari membuka kios makanan dan katering menyatakan, pada Ramadan tahun ini untuk satu hari dia memasak bubur peca dengan menghabiskan sekitar 35 kilogram beras. Dia menyebut setiap tahun memang kebutuhan bubur peca selalu mengalami peningkatan.

"Jadi 7 panci. Padahal dulu sekali masak itu 5 panci. Jadi dulu awalnya paling 2 panci, lalu 3, sekarang tak cukup dengan 4 panci. Jadi sekarang disajikan bisa 300 piring. Untuk anak-anak saja 1 panci," papar Alus yang kini bermukim di Palaran.

Terkait racikan bumbu, Alus mengaku bubur peca memakai beberapa bumbu dapur utama. Sebut saja; bawang, bawang merah, bawang putih, jahe, kunyit, penyedap rasa, garam, dan santan.

"Lauk bisa 15 kilogram untuk 2 hari. Itu cuma ayam suwir. Sehari ayam saja 5 ekor, untuk 7 panci. Jadi nanti sudah ada telur. Kali ini lauknya telur. Semua tergantung dana yang tersedia saja," ujarnya.

Alus membeberkan, bubur ini disebut bubur peca karena memiliki tekstur yang lembut. Asal kata peca berasal dari bahasa Bugis yakni peca artinya lembut. Dalam pantauan Bisnis, tekstur bubur ini tidak terlalu basah namun tidak kering sehingga mudah dicerna lambung.

Umunya, bubur peca disajikan saat berbuka di mesjid bersama segelas susu, teh manis, atau air mineral.

Bagi anda yang penasaran, bertandanglah ke Samarinda Seberang pada Ramadan selanjutnya untuk memburu bubur peca.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro