Seorang pemuda memanjat tiang rambu untuk membersihkan stiker yang menempel pada rambu saat digelar kegiatan Reresik MaliboroSelasa Wage di sepanjang Jalan Malioboro, Yogyakarta, Selasa (26/09/2017). /JIBI-Desi Suryanto
Travel

FEATURE: Sejenak Mengistirahatkan Malioboro

I Ketut Sawitra Mustika./JIBI-Harian Jogja
Selasa, 26 September 2017 - 22:45
Bagikan

Bisnis.com, YOGYAKARTA—Malioboro yang sehari-harinya sesak oleh para pedagang kaki lima, pedagang asongan, becak dan andong menampilkan wajahnya yang berbeda pada Selasa Wage (26/9).

Semuanya bersih. Hari itu manusia benar-benar menjadi penguasa pedestrian. Moment tersebut juga dijadikan untuk merawat Malioboro.

Sebagai ganti dari ketidakhadiran pedagang kaki lima (PKL), pedagang asongan, becak dan andong, Malioboro yang menjadi bagian penting dari garis filosofi yang menghubungkan Laut Selatan, Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Tugu Golong-gilig dan Gunung Merapi itu dipenuhi oleh manusia yang menyemut.

Mereka mulai berkumpul kira-kira pukul 05.30 WIB. Jumlahnya mungkin ratusan, bisa jadi ribuan. Yang jelas banyak. Tua, muda, kaya, miskin, rakyat jelata, pejabat, semuanya berkumpul jadi satu. Ada yang membawa sapu. Ada yang membawa kantong sampah. Ada juga yang tangan kosong.

Masing-masing mengambil perannya sendiri-sendiri, ada yang menyapu, ada yang memungut sampah yang terbuang di tempat yang tidak seharusnya, ke pot pohon asem dan gayam. Selain itu ada yang bertugas menyiram biar pedestrian tidak berdebu.

Para gerombolan tersebut membersihkan area sepanjang 1,3 kilometer. Mulai Jalan Malioboro hingga Jalan Marga Mulya. Tujuannya jelas, membuat Malioboro menjadi lebih bermartabat. Nama kegiatannya adalah Reresik Malioboro.

Selasa Wage

Reresik Malioboro adalah salah satu bagian dari Program Selasa Wage yang dicanangkan Pemerintah Kota Yogyakarta. Program satu bulanan tersebut akan membebaskan Malioboro dari segala macam kegiatan PKL, pedagang asongan, andong dan becak. Semua harus libur tanpa terkecuali setiap Selasa Wage tiba. Yang boleh buka hanya pertokoan, hotel dan parkir.

“Kami menyediakan waktu satu hari dalam 35 hari untuk memelihara Malioboro yang tujuannya menjadikan Malioboro menjadi tempat yang nyaman untuk berjualan, berwisata dan menikmati Yogya,” kata Wakil Wali Kota Jogja, Heroe Poerwadi di sela-sela kegiatan.

Menjelang pukul 08.00 WIB, masyarakat ,yang sebagian besar terdiri dari berbagai komunitas di Malioboro, mulai membubarkan diri satu persatu. Hanya ada beberapa karyawan toko yang masih membersihkan atap selasar atau sekadar membersihkan nama toko tempatnya mencari penghidupan.

Di bagian yang lain beberapa pemuda dan pemudi juga dengan semangatnya mencabuti sampah visual yang menempel di dinding dan tiang rambu lalu lintas. Suasana sudah tidak terlalu menarik. Para awak media pemburu berita juga sudah mulai duduk-duduk mengaso. Namun tiba-tiba mereka berhamburan ketika datang mobil penyapu jalan dari arah utara.

Mereka, yang didominasi oleh pewarta foto dan jurnalis televisi, dengan semangat mengarahkan lensanya ;menembak mobil penyapu jalan seakan-akan benda itu begitu spesialnya. Bahkan ada yang sampai memanjat tangga untuk mendapatkan gambar jempolan.

Ternyata, bukan mobilnya yang menarik minat mereka, tapi yang ada di dalamnya: sang pengemudi adalah Wali Kota Jogja, Haryadi Suyuti.

Dengan wajah serius tanpa senyum dan memancarkan aura kesungguh-sungguhan, Haryadi mengemudikan mobil berbentuk aneh dan berwarna putih aksen merah tersebut dengan serius. Ketika melihat ada tumpukan daun di trotoar sisi barat jalan, ia langsung banting setir.

Sempat kesulitan mengarahkan mobil, akhirnya ia berhasil menyedot daun-daun yang baru dipangkas itu.

Perlu Istirahat

Kepala unit pelaksana tugas (UPT) Malioboro, Syarif Teguh Prabowo mengatakan, Pemerintah Kota (Pemkot) Jogja sengaja menekankan Program Selasa Wage untuk kegiatan bersih-bersih.

Ia mengatakan Malioboro juga butuh istirahat. “Ibarat kata mesin, kalau dipake terus tanpa diistirahatkan akan jebol, karena itu butuh servis,” ucapnya.

Namun ia mengatakan, program Selasa Wage Malioboro ide utamanya bukan sekadar bersih-bersih semata, walau itu juga penting. Menurutnya yang menjadi gagasan paling inti adalah menjadikan Selasa Wage sebagai atraksi budaya untuk menarik kunjungan wisatawan.

Mengenai pemilihan hari Selasa Wage untuk mengistirahatkan Malioboro, ia menyatakan alasannya karena Selasa Wage adalah hari dimana Raja Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan Hamengkubuwo X naik tahta. Syarif menyebut pengosongan Malioboro sekaligus sebagai bentuk pernghormatan.

Syarif juga mengatakan ide Selasa Wage tidak dicanangkan oleh Pemkot Yogyakarta, melainkan komunitas-komunitas Maliboro sendiri. Pemkot, saat ini hanya memfasilitasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro