Pengunjung menikmati kuliner Nusantara di arena Kampung Tempoe Doloe di JFFF 2015 yang berlangsung di Summarecon Kelapa Gading, Jakarta Utara./Antara
Kuliner

Ini Tantangan Pengembangan Bisnis Wisata Sejarah Kuliner Nudantara

Wike Dita Herlinda
Senin, 19 September 2016 - 16:38
Bagikan

Bisnis.com, SURABAYA - Wisata kuliner saat ini tidak dapat dipisahkan dari agenda wajib para leisure seeker. Sejalan dengan itu, di beberapa kota besar di Indonesia mulai dikembangkan berbagai paket tur wisata kuliner.

Salah satu bentuk tur yang mulai dirintis adalah tur wisata sejarah kuliner Nusantara. Tur jenis ini dikhususkan untuk mengunjungi tempat-tempat makanan khas suatu daerah, terutama yang memiliki nilai historis.

Uniknya, pada tur ini para peserta tidak sekadar diajak icip-icip makanan khas saja, tapi juga dibekali dengan informasi tambahan tentang sejarah dari kuliner yang bersangkutan. Di Jakarta, misalnya, tur sejenis ini telah dikembangkan oleh Jakarta Food Adventure.

Tur wisata sejarah kuliner juga menarik perhatian berbagai komunitas yang bergerak di bidang kuliner. Selama ini belum banyak penyedia jasa city tour yang fokus membahas soal cerita unik di balik sebuah makanan khas.

Salah satu komunitas yang tertarik dengan konsep ini adalah Komunitas Pecinta Kuliner (KPK), yang beranggotakan lebih dari 2.000 orang dari berbagai kota besar. Menurut mereka, wisata kuliner akan menjadi lebih seru jika disertakan dengan pengalaman sejarah.

Bagaimanapun, Ketua Komunitas Pecinta Kuliner Ong Eric Yosua berpendapat untuk mengembangkan tur wisata sejarah kuliner bukan hal yang mudah karena pangsa pasarnya yang relatif tersegmentasi. Selain itu, literatur soal sejarah kuliner Nusantara relatif minim.

Eric—yang juga pengajar studi sejarah kuliner di Hospitality Entrepreneurial Project Universitas Ciputra itu—mengatakan tur wisata sejarah kuliner Nusantara akan lebih memikat bagi turis asing ketimbang warga lokal. Mengapa demikian?

 Berikut penuturannya:

Apa pendapat Anda soal tur wisata sejarah kuliner ini? Apakah bisa efektif mempromosikan kuliner Nusantara?

Ini tidak bisa disebut sebagai ‘tren’, karena memang belum populer dan belum banyak pelakunya di Indonesia. Di Jakarta mungkin ada Jakarta Food Adventure, tapi di kota-kota besar lain masih belum banyak atau bahkan belum ada tur sejenis.

Kita lihat saja dari segmen pasar untuk tur sejenis ini. Menurut saya, tur wisata sejarah kuliner akan lebih disukai oleh orang asing. Sebab, mereka pasti ingin tahu seperti apa cita rasa kuliner otentik dari suatu daerah di Indonesia.

Mereka juga pasti ingin tahu apa cerita unik di baliknya. Misalnya, mengapa tumpeng harus berbentuk kerucut dan lauknya harus ayam atau daging. Itu pasti mewakili makna filosofis tertentu, yang menarik bagi orang yang belum pernah menikmati tumpeng.

Namun, sebaliknya, saya rasa warga lokal justru kurang tertarik dengan tur-tur sejenis ini. Kebanyakan warga lokal saat ini lebih menyukai wisata kulinerfusion, yang aneh dan unik, dan menyuguhkan citarasa baru yang belum familiar bagi mereka sebelumnya.

Jadi, apakah tur sejenis ini tetap perlu dikembangkan? Apa manfaatnya?

Boleh saja. Sebab, wisata sejarah kuliner ini menawarkan pengalaman lebih bagi pesertanya.

 Orang yang ingin tahu sejarah sebuah makanan bisa dengan mudah melakukan penelusuran di Internet. Misalnya sejarah tentang gudeg. Mengapa namanya gudeg? Apa cerita dibaliknya? Di mana gudeg pertama di Jogja? Siapa pelopornya? Di mana restoran tertua?

Itu semua bisa dicari di Internet.Namun, mereka tidak bisa merasakannya secara langsung kan. Dengan mengikuti tur wisata sejarah, mereka tidak hanya mendapat cerita unik di balik makanan, tetapi juga mendapatkan sensasi experience.

Mereka bisa merasakan sendiri seperti apa, misalnya, gudeg yang otentik, yang original, yang tertua, dan yang paling populer. Mereka bisa menilai langsung masakan tersebut sesuai selera mereka, ketimbang hanya membaca referensi.

Daerah mana saja yang prospektif untuk dikembangkan tur wisata sejarah kulinernya?

Setiap daerah pasti punya makanan khasnya masing-masing, sehingga wisata ini bisa dikembangkan di mana saja. Namun, tidak semua daerah memiliki referensi tempat makan yang khas dan bernilai sejarah.

Menurut saya, wisata sejenis ini cocok untuk dikembangkan di Surabaya, Jogja, Medan, dan Makassar. Di Ujung Pandang, misalnya, mereka punya banyak khasanah makanan laut yang khas dan unik.

Sementara itu, di Surabaya ada banyak kuliner khas bersejarah dengan berbagai latar belakang cerita yang menarik. Di Jogja juga banyak makanan yang usianya sudah sangat tua dan punya nilai historis dan filosofis tinggi.

Apa saja syarat untuk menjadikan sebuah tur wisata sejarah kuliner menarik?

Ada dua kriteria yang harus diperhatikan. Yang pertama guide[pemandu]-nya, yang kedua desitnasinya.

Pertama, untuk pemandu. Sebisa mungkin harus yang berpenampilan menarik dan profesional. Karena ini bisnis pariwisata, sangat penting untuk memperhatikan penampilan fisik dari seorang pemandu.

Selain itu, pemandu tersebut harus memiliki pengetahuan mumpuni di bidang kuliner. Setidaknya dia pahamskill dasar memasak, seperti cara memotong, perpaduan bumbu, atau tingkat kematangan.

Pengetahuan dasar seperti itu akan sangat membantu guide dalam memberikan informasi akurat kepada para peserta tur tentang sebuah sajian. Dia juga harus memperkaya literasi tentang sejarah kuliner agar tidakngawur saat memberi informasi.

Menurut saya, pemandu yang sesuai untuk tur wisata sejarah kuliner harus yang lulusan sekolah perhotelan. Sebab, mereka memang terlatih untuk bisnis hospitality [pariwisata] dan dibekali dengan pengetahuan soal memasak dan kuliner.

Kedua, untuk destinasi. Ada tiga kriteria yang harus diperhatikan saat memilih tujuan wisata sejarah kuliner, yaitu; tempat makan yang paling tua, yang paling mahal, dan yang paling favorit.

Mengapa yang paling tua? Tempat makan paling tua, memang belum tentu pioner. Namun, tempat makan yang paling tua di suatu daerah suudah pasti memiliki nilai historis. Kalau tidak, tidak mungkin dia bisa bertahan selama itu.

Lalu, mengapa yang paling mahal? Tempat makan yang menyajikan makanan termahal di suatu kota pasti memiliki cerita unik di balik makanan itu. Mengapa makanan itu bisa mahal, apa bahannya, bagaimana pembuatannya, dan apa cerita unik di baliknya.

Misalnya saja, di Surabaya ada rujak cingur yang dijual paling murah Rp75.000. Letaknya di Jalan Ahmad Djais, dekat Gedung Cak Durasim. Tempat seperti itu layak dikunjungi, karena kita bisa mengulas mengapa rujak itu terkenal selama puluhan tahun dan harganya mahal.

Terakhir, mengapa harus yang paling favorit? Karena yang paling tua belum tentu terfavorit, dan yang paling mahal juga belum tentu terfavorit. Kita harus tahu tempat makan atau makanan apasih yang paling terkenal dan menjadi kesukaan warga lokal.

Menurut Anda, selama ini bagaimana pengembangan atau akses informasi tentang sejarah kuliner Nusantara?

Tidak tereksplorasi secara maksimal. Kalau kita browsing di Internet tentang cerita suatu makanan khas sih pasti ada. Namun, selama ini belum ada situs yang secara komprehensif mengulas tentang sejarah kuliner Indonesia sampai ke akar-akarnya.

Apa penyebabnya? Apa yang bisa dilakukan untuk mempromosikan tidak hanya kuliner Nusantara, tapi juga sejarahnya?

Penyebabnya adalah edukasi pasar yang sangat minimal. Jadi, untuk mempromosikannya ya kita harus mengedukasi pasar. Kita harus lihat dari sisi kebutuhan pasar.

Selain itu, dari dulu masyarakat Indonesia terbiasa ‘menerima jadi’. Contoh; dari dulu kita selalu mengenal rawon dengan kuah hitam. Padahal, di Madura ada juga rawon yang tidak hitam tapi agak kemerahan.

Nah, karena kita sudah terbiasa menerima ide bahwa rawon itu hitam, jadi kita tidak berpikir untuk menanyakan kembali mengapa rawon berawarna hitam, dari mana asalnya, ada tidak rawon yang tidak hitam.

Itu contoh sederhananya. Masyarakat kita malas untuk bertanya, karena dari dulu mereka sudah mengenal kuliner lokal secara turun temurun. Kalau bertanya ke orang tuanya pun, kebanyakan pasti jawabannya, “Yaenggak tahu, dari dulu sudah begitu.”

Mereka baru akan bertanya kalau kulinernya memiliki citarasa baru yang tidak lazim. Itulah mengapa banyak orang yang lebih tertarik pada kulinerfusion atau kuliner asing, yang belum familiar bagi mereka.

Bagaimana cara yang tepat untuk mendapatkan data sejarah kuliner yang akurat?

Kebetulan saya mengajar soal sejarah kuliner di Hospitality Entrepreneurial Project Universitas Ciputra. Mahasiswa saya berasal dari berbagai macam daerah di Indonesia.

Cara paling efektif adalah dengan memberi mereka tugas untuk membawa dan menjabarkan satu makanan khas dari daerah mereka masing-masing. Cari tahu yang sekomprehensif mungkin.

Apa makanannya, bagaimana latar belakang ceritanya, apa bahan dan cara memasaknya, mengapa makanan itu bisa populer, siapa penjual yang paling tua di kotanya, siapa pionernya, di mana tempat yang paling terkenal, paling enak, dan seterusnya.         

Apa tantangan untuk mengembangkan wisata sejarah kuliner?

Tantangannya adalah bagaimana kita bisa memonetisasi sejarah kuliner sebagai sebuah bisnis. Kita harus meyakinkan pasar, apa manfaatnya. Dan, karena ini lebih terkait dengan pariwisata, kita harus punya daya kreatif tinggi dan membangun koneksi yang luas.

Terkait Komunitas Pecinta Kuliner sendiri, sejak kapan beridi dan bagaimana cerita awal, serta tujuannya?

Kami berdiri sejak Mei 2014. Tujuan awalnya adalah untuk saling berbagi informasi seputar dunia kuliner.

Bisnis kuliner di Indonesia saat ini sangat masif pergerakannya. Setiap bulan semakin banyak tempat makan baru yang bersaing dengan keunikan dan kreativitasnya. Sehingga, banyak sekali orang yang penasaran mencobanya.

Nah, komunitas kami bertujuan untuk memberikan referensi tentang tempat-tempat makan itu, supaya orang yang tertarik mencobanya mendapatkan informasi awal yang terpercaya. Jadi, harapannya dia tidak terjebak, sudah bayar mahal, eh ternyata tidak enak.

Berapa anggotanya sekarang?

Anggota kami sudah lebih dari 2.700 orang. Kebanyakan dari Jakarta, Bandung, Surabaya, Malang, dan Sidoarjo. Mereka mendaftar sukarela, tanpa syarat, dan tanpa biaya. Kami saling berbagi informasi saja.

Selain berbagi informasi, apa lagi kegiatan komunitas kuliner ini?

Kami sering menggelar workshopdengan menggandeng perusahaan, seperti Sriboga. Kami mengadakan berbagai pelatihan, misalnya cara membuat masakan tertentu.

Kalau KPK sendiri, apakah tidak tertarik mengadakan tur wisata sejarah kuliner dengan anggotanya?

Sejauh ini belum ada proyek tur kuliner atau sejenisnya, karena basisnya kami berdiri untuk saling berbagi informasi seputar kuliner.

Di samping itu, untuk membuat tur wisata sejarah kuliner, saya rasa tidak bisa sembarangan. Referensinya harus dalam dan akurat. Selain itu, karena ini adalah sektor pariwisata, dibutuhkan investasi yang memadai agar bisnisnya tidak tanggung.

Kalau ada sponsor yang mau menggandeng kami untuk mengembangkan tur wisata sejarah kuliner, boleh-boleh saja.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Nancy Junita
Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro