Aneka makanan Nusantara/Istimewa
Kuliner

Pentingnya Identitas Kuliner Indonesia

Wike Dita Herlinda
Selasa, 16 Agustus 2016 - 18:57
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - You are what you eat. Jargon sederhana tersebut pasti sudah sering didengar. Mungkin benar bawasannya karakter, kepribadian, gaya hidup, status sosial, hingga daerah asal seseorang bisa terefleksi apa saja makanan favorit yang menjadi pilihan mereka.

Tidak hanya mendefinisikan individu, suatu sajian juga mencerminkan karakter sebuah bangsa. Makanan bisa merepresentasikan suatu negara, dan menjadi ‘simbol’ penyebaran budayanya.

Itulah mengapa banyak negara yang secara masif dan ekstensif menggenjot upaya ekspansi kulinernya ke berbagai penjuru dunia. Makanan khas rupanya telah dianggap sebagai ‘duta promosi’ dan bentuk pendekatan kultural yang efektif.

Buktinya? Banyak orang Indonesia yang belum pernah ke Jepang, tapi sudah sangat familiar dengan sushi, ramen, atau bento. Atau banyak juga warga yang belum pernah ke Italia, tapi sangat gemar menyantap pizza atau pasta.

Belakangan ini, negara-negara Asia Tenggara pun tidak mau ketinggalan mempromosikan khasanah kulinernya ke seluruh dunia. Mereka tidak ingin kuliner Asia hanya diidentikkan dengan masakan China, Jepang, atau Korea.

Hasilnya, semakin banyak warga dunia yang mengenal sajian khas dari Vietnam, Thailand, Filipina, Singapura atau Malaysia. Padahal, beberapa tahun lalu, belum banyak warga dunia yang mengenal apa itu banh mi, tom yum goong, nasi lemak, atau nasi ayam hainan.

Saat ini, restoran-restoran khas negara-negara Asean semakin banyak dijumpai. Tidak hanya di Indonesia, tetapi di banyak negara Timur dan Barat. Masyarakat luas semakin paham mengidentifikasi dari mana asalnya pho noodle atau dari mana asalnya es potong $1.

Di saat negara-negara tetangga sedang getol-getolnya promosi kuliner ke seluruh dunia, bagaimana dengan Indonesia? Apakah kuliner khas Nusantara sudah familiar di kalangan warga negara asing? Apakah mereka tahu dari mana asalnya rendang atau gado-gado?

Mungkin beberapa penganan khas Indonesia sudah go international. Misalnya saja, sambal dan tempe (dalam bahasa Inggris; tempeh). Bahkan, kedua item itu sudah sangat dikenal dalam kamus kuliner dunia dan banyak diperjualbelikan di berbagai negara.

Sambal sangat dikenal di kalangan chefinternasional sebagai pelengkap makanan. Sementara itu, tempe sangat populer di kalangan vegan dan vegetarian karena kerap disulap sebagai bahan pengganti protein hewani dan asupan bergizi bagi mereka yang sedang diet.

Bahkan, tempe menjadi makanan bernilai jual tinggi di negara-negara Barat dan banyak dikonsumsi selebritas dunia untuk menjaga diet mereka. Misalnya saja, Anne Hathaway yang mengonsumsi ‘tempeh steak’ selama diet persiapan sebelum syutingThe Dark Knight Rises.

Sayangnya, sebagian besar warga asing hanya mengetahui apa itu sambal dan apa itu tempe. Mereka tidak tahu dari mana sambal dan tempe. Mereka hanya paham keduanya berasal dari Asia, dan bahkan sering mengira sambal berasal dari Thailand dan tempe dari China.

Hal tersebut sebenarnya mencerminkan ada yang salah dari promosi kuliner Indonesia. Sebab, seharusnya makanan khas dikenali berdasarkan negara asalnya. Tidak cukup hanya dengan memperkenalkan item-nya saja.

Permasalahan itu mendorong berbagai pihak lebih gencar menjadikan kuliner Nusantara sebagai salah satu senjata efektif untuk meningkatkan brandingdan promosi bagi Indonesia. Salah satunya adalah oleh Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas RI XLIX (IKAL 49).

Ketua IKAL 49 Boedhi Setiadjid menjelaskan setiap negara pasti memiliki ciri khas yang dapat membuat bangsanya berbeda dengan bangsa lain. Bahkan, kreativitas racikan kuliner tradisional bisa mengidentifikasikan asal makanan tersebut.

“Masyarakat kita sudah familiar dengan kebab dari Turki, sushi dari Jepang, roti canai dari India, dan kuliner negara lainnya yang menyatu dengan simbol asalnya. Bukan hanya makanan, budaya penyajian kulinernya sudah masuk dan menukar ranah tradisi budaya tradisional,” jelasnya di sela-sela Festival Cita Rasa nDeso 2016 belum lama ini.

Dia berpendapat kurangnya identifikasi daerah asal terhadap kuliner Indonesia di luar negeri adalah hal yang sangat menyedihkan. Padahal, Indonesia memiliki begitu makanan tradisional yang khas dari setiap daerah.

Seharusnya, kata Boedhi, hal tersebut bisa menjadi salah satu bagian dari atribut bangsa yang perlu dijaga dan dilestarikan. Sebab, kuliner tradisional adalah salah satu wujud warisan budaya sebuah bangsa.

“Bukan saja karena rasanya yang enak atau tampilannya yang menarik, tapi [kuliner Nusantara] kental akan unsur simbolisme atau perlambangan. Kami juga ingin kuliner Nusantara bisa dikenal bangsanya sendiri dan juga dikenal dunia.”

Mempromosikan kuliner Nusantara juga dapat membuka banyak peluang usaha. Semakin sebuah penganan khas digemari, semakin luas juga lapangan kerja dan lingkup usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang bisa dibuka.

“Dengan munculnya wirausahawan baru, tingkat pengangguran akan semakin berkurang. Banyak sekali jenis peluang UMKM yang bisa dijalankan tanpa harus menggunakan dana besar, seperti bisnis kuliner yang pasanya cukup menjanjikan,” kata Boedhi.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Departemen Promosi GMT Property Diva Lovita menambahkan bahwa kegiatan pemasaran dan promosi yang lebih luas dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi yang sedang berkembang.

Tren foto kuliner atau selfie makanan di medsos untuk merekomendasikan sebuah tempat makan sebenarnya bisa dimanfaatkan para pengusaha kuliner Nusantara sebagai sarana promosi, tidak hanya di dalam negeri tapi juga dunia.

Caranya dengan membuat tampilan seunik mungkin dan sajian seenak mungkin agar memikat banyak orang untuk merekomendasikannya di dunia maya. Dengan demikian, penyebaran informasi bisa bergerak cepat dan makanan tersebut semakin banyak dikenal.

“Sekarang ini sudah banyak kegiatan promosi dan pemasaran online yang dilakukan. Kami harapkan dengan adanya para pengusaha kuliner Nusantara yang kreatif dan inovatif, kuliner tradisional bisa lebih dikenal lagi,” kata Diva.

Selain itu, para pengusaha kuliner diharapkan untuk tidak mengubah cita rasa khas masakan Indonesia dengan dalih ‘menyesuaikan selera warga asing’. Justru, biarkan dunia mengenal seperti apa rasa masakan Indonesia yang otentik.

Tentunya kita menginginkan masyarakat dunia lebih familiar dengan masakan Indonesia. “Jangan sampai tempe masih dikira sebagai makanan dari China atau soto dianggap sebagai sajian khas Malaysia lagi.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fatkhul Maskur
Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro